Tuesday, August 29, 2006

Bapedalda Poso Abaikan AMDAL PLTA Poso

Selasa, 29 Agustus 2006


Kawan angky, apakah udah dapat kontak dari kawan-kawan YPAL dan FAPS di Tentena dan Sangira, saya sekarang ada di Palu, kemungkinan lusa saya ke jakarta, apa bung ada dikantor AMAN, saya mau ketemu diskusikan soal agenda bersama pasca Pertemuan Sangira,, semoga kita bertemu bung

Hormatku selalu,


Agus FAisal
On 8/23/06, Franky - AMAN <angky@aman.or.id> wrote:

Emang "asal nyeplak aja" pejabat Bapedalda.
Mungkin AMDALnya saja ndak pernah ditengok bentuknya.
Saya minta juga di copy kan AMDALnya yang sudah ada.

Banyak pengalaman membendung ataupun merubah aliran air sungai alam, dengan
pengelolaan bendungan, irigasi, kanal dan seterusnya, akan mempengaruhi
siklus dan kehidupan air. "Air sungai menjadi mati" dan pasif. Peranan
sungai yang secara alamiah memperbarui sumber air melalui aliran dan
ekosistem digantikan dan digerakkan oleh mesin pengelola bendungan, dsb.
Aliran air tanah di daerah hilir sungai akan bermasalah dengan perubahan
siklus ini. Salah satu efek yang terasa adalah permasalahan kekurangan air
tanah dan meningkatnya intrusi air garam.

Waktu di Tentena, saya sempat melihat batas ketinggian air Danau Poso di
tebing dan tanaman sekitar.
Kelihatan batas air skarang lebih rendah sekitar 1 meter dari bekas air
sebelumnya.
Mnurut pak Martin (FAPS), skarang lagi musim kering, so air danau jadi
surut.
Skitar tahun 2001, saya pernah berdiri ditempat yang sama dan kelihatannya
permukaan air danau memang telah surut jauh dan terjadi pendangkalan.
Apakah ini sudah dipertimbangkan oelh Bapedalda dan juga prakarsa DPRD yang
rencana akan membendung danau Poso?

salam
angky

Waduk Jatigede Dibiayai Pinjaman dari Cina

Senin, 24 Aug 2006

Jatigede sama degan PLTA Poso yang juga berdasarkan informasi
sementara pembiayaannya dari Cina, kali aja sumber yang sama
menurutku.

On 8/23/06, teguhriau@walhi.or.id <teguhriau@walhi.or.id> wrote:
Waduk Jatigede Dibiayai Pinjaman dari Cina
Kamis, 28 Juli 2005 | 16:34 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Pembangunan Waduk Jatigede, Jawa Barat, akan
menggunakan dana pinjaman dari Cina sekitar US$ 200 juta lebih atau
berkisar Rp 2 triliun.

Presiden saat ini ke sana (Cina) untuk mengusulkan pinjaman (tersebut),"
kata Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Kamis (28/7), usai acara
pengukuhan ahli peneliti utama di bidang perumahan.

Menurut Djoko, bila usulan pinjaman ini disetujui dan agreement-nya segera
ditandatangani Menteri Keungan, maka tahun depan pinjaman diharapkan sudah
bisa cair. Bunga yang harus dibayar Indonesia lebih rendah dari bunga
pasar atau bunga pinjaman World Bank.

Dengan pinjaman dari Cina ini bukan berarti para pekerja pembangunan Waduk
Jatigede nanti juga akan berasal dari Cina seluruhnya. "Makanya pagi-pagi
saya sudah bilang untuk waduk jati ini persyaratan utamanya harus
dikerjakan oleh pemborong Indonesia, tidak boleh semua orang Cina,"
tandasnya.

Pihaknya, kata Djoko, sudah belajar dari pengalaman pembangunan Jembatan
Suromadu. Pembangunan jembatan yang sebagian dananya juga berasal dari
dana pinjaman China ini ternyata didominasi warga negara Cina.

Pinjaman dari Cina ini, kata Djoko, diputuskan Menko Perekonomian untuk
dialokasikan pada tiga sektor, yaitu pengembangan energi, pembangunan
double track kereta api serta pembangunan Waduk Jatigede. Sebelumnya
usulan pinjaman ke Cina sangat beragam jenisnya, namun Pemerintah Cina
meminta untuk dibatasi.

Khairunnisa

Sumber- TEMPO Interaktif

Aspek Legal Jatigede Lemah

Rabu, 23 Aug 2006

Realisasi Pembebasan Berdasar ”Surat Cinta”

SUMEDANG, (PR).-
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung menyatakan, Projek Waduk Jatigede
sejak dirintis pemerintah tahun 1960-an, tak memiliki landasan hukum yang
jelas. Bahkan realisasi pembebasan dan ganti rugi yang diawali tahun
1980-an, hanya berdasar "surat cinta" Menteri Pekerjaan Umum kepada
gubernur Jabar pada tahun 1974.

Pernyataan tersebut dikemukakan Anggara, S.H. pembela umum dari LBH
Bandung tanpa menjelaskan "surat cinta" dimaksud, ketika berdialog dengan
sejumlah warga Desa Cibogo Kec. Darmaraja Kab. Sumedang, di Sekretariat
Forum Komunikasi Rakyat Jatigede (FKRJ).

Dialog dihadiri Ketua FKRJ, Kusnadi Chandrawiguna dan dua orang aktivis
KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria) Bandung. Menurut Anggara, kehadirannya
dalam dialog tersebut dalam rangka advokasi terhadap persoalan di sekitar
Projek Waduk Jatigede.

Di samping berdialog dengan warga Desa Cibogo yang kini sedang menghadapi
proses pendataan ganti rugi, pihaknya juga pada tanggal 14 Mei lalu
melayangkan surat ke Menkimpraswil, Ketua Komnas HAM, DPR RI, gubernur
Jawa Barat, bupati Sumedang, serta pokja provinsi dan kabupaten, intinya
memohon penangguhan pendataan aset penduduk di wilayah calon genangan.

Dijelaskannya, surat tersebut intinya menyikapi statement Pokja Jatigede
pada sebuah pertemuan di Gedung Sate beberapa waktu lalu, di mana terjalin
kesepakatan untuk menghormati prinsip-prinsip HAM dan nilai-nilai anti-KKN
pada pelaksanaan ganti rugi Projek Jatigede. "Seharusnya, mereka (Pokja -
red) membongkar dulu persoalan-persoalan di masa lalu, yang pernah terjadi
di wilayah calon genangan," imbuhnya.

Berdasarkan pengamatan LBH Bandung, lanjut Anggara, realitas di lapangan
dikhawatirkan kejadiannya bertolak belakang dengan komitmen yang
disepakati pada pertemuan dengan tim pokja Projek Jatigede di Gedung Sate
tempo hari. "Tampaknya pemerintah dalam menerapkan nilai-nilai dasar HAM
dan anti-KKN, hanya lips service dalam level wacana saja," keluh Anggara.

Sebagai contoh konkret penderitaan masyarakat di wilayah calon genangan
Projek Jatigede, jelas dia, mereka yang belum mendapat ganti rugi pun
terpaksa terbelenggu aturan yang dikeluarkan gubernur Jawa Barat tahun
1981, di mana mereka tak menikmati fasilitas umum dari pemerintah, seperti
jaringan penerangan listrik, perbaikan jalan, dan sebagainya.

Tampaknya yang perlu mendapat perhatian publik, kata Anggara, yakni
eksistensi "Tim 25" yang berkiprah di lapangan dalam proses ganti rugi.
Persoalannya, seberapa besar keterwakilan warga yang terakomodasi tim
tersebut. Jika pada akhirnya tak mampu menunjukkan bukti keterwakilan
warga, di kemudian hari tak menutup kemungkinan berhadapan dengan
persoalan hukum.

Sementara itu, Ketua FKRJ Kusnadi Chandrawiguna ketika diminta komentarnya
menyatakan, pihaknya merasa prihatin dengan tindakan pemerintah yang sejak
tiga pekan terakhir melakukan pendataan di wilayah Desa Cibogo, terhadap
aset warga yang terkena pembebasan Projek Jatigede.

Pendataan tersebut, dinilainya dilaksanakan tergesa-gesa, tanpa didahului
pengkajian komprehensif terhadap berbagai aspek persoalan di lapangan.
Alasan kekhawatiran pihak FKRJ, menurut Kusnadi, merujuk kepada pengalaman
pahit yang selama ini diderita sejumlah warga calon genangan, baik yang
masih tinggal di tempatnya masing-masing maupun yang dipindahkan ke tempat
lain melalui program transmigrasi.

Dia mencontohkan kasus translok Arinem dan Kolaberes, akibat berbagai
persoalan di tempat baru, kemudian mereka pada pulang kembali ke kampung
halamannya. Masalah sosial yang dihadapi pemerintah dalam konteks
pemindahan penduduk calon wilayah genangan yang meliputi 30 desa dan 5
kecamatan dengaan jumlah penduduk lebih dari tujuh ribu KK, perlu
penanganan secara khusus dan pengkajian lebih mendalam.

Persoalan friksi antara transmigran dengan penduduk setempat pada lokasi
transmigrasi, bukanlah persoalan yang sederhana. Belum lagi masalah
lainnya di tempat baru, seperti kondisi iklim, kesuburan tanah dan
sebagainya, yang mengakibatkan beban persoalan bagi penduduk wilayah calon
genangan Projek Jatigede di kemudian hari. "Dengan demikian, FKRJ pada
prinsipnya tetap menolak kelanjutan Projek Jatigede," tegasnya. (G-25)***

Waduk Jatigede Dibiayai Pinjaman dari Cina

Kamis, 28 Juli 2005

Jakarta:Pembangunan Waduk Jatigede, Jawa Barat, akan
menggunakan dana pinjaman dari Cina sekitar US$ 200 juta lebih atau
berkisar Rp 2 triliun.

“Presiden saat ini ke sana (Cina) untuk mengusulkan pinjaman (tersebut),”
kata Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Kamis (28/7), usai acara
pengukuhan ahli peneliti utama di bidang perumahan.

Menurut Djoko, bila usulan pinjaman ini disetujui dan agreement-nya segera
ditandatangani Menteri Keungan, maka tahun depan pinjaman diharapkan sudah
bisa cair. Bunga yang harus dibayar Indonesia lebih rendah dari bunga
pasar atau bunga pinjaman World Bank.

Dengan pinjaman dari Cina ini bukan berarti para pekerja pembangunan Waduk
Jatigede nanti juga akan berasal dari Cina seluruhnya. “Makanya pagi-pagi
saya sudah bilang untuk waduk jati ini persyaratan utamanya harus
dikerjakan oleh pemborong Indonesia, tidak boleh semua orang Cina,”
tandasnya.

Pihaknya, kata Djoko, sudah belajar dari pengalaman pembangunan Jembatan
Suromadu. Pembangunan jembatan yang sebagian dananya juga berasal dari
dana pinjaman China ini ternyata didominasi warga negara Cina.

Pinjaman dari Cina ini, kata Djoko, diputuskan Menko Perekonomian untuk
dialokasikan pada tiga sektor, yaitu pengembangan energi, pembangunan
double track kereta api serta pembangunan Waduk Jatigede. Sebelumnya
usulan pinjaman ke Cina sangat beragam jenisnya, namun Pemerintah Cina
meminta untuk dibatasi.

Khairunnisa

Sumber- TEMPO Interaktif

Bapedalda Poso Abaikan AMDAL PLTA Poso

Emang "asal nyeplak aja" pejabat Bapedalda.
Mungkin AMDALnya saja ndak pernah ditengok bentuknya.
Saya minta juga di copy kan AMDALnya yang sudah ada.

Banyak pengalaman membendung ataupun merubah aliran air sungai alam, dengan
pengelolaan bendungan, irigasi, kanal dan seterusnya, akan mempengaruhi
siklus dan kehidupan air. "Air sungai menjadi mati" dan pasif. Peranan
sungai yang secara alamiah memperbarui sumber air melalui aliran dan
ekosistem digantikan dan digerakkan oleh mesin pengelola bendungan, dsb.
Aliran air tanah di daerah hilir sungai akan bermasalah dengan perubahan
siklus ini. Salah satu efek yang terasa adalah permasalahan kekurangan air
tanah dan meningkatnya intrusi air garam.

Kamis, 23 Agustus 2006

Waktu di Tentena, saya sempat melihat batas ketinggian air Danau Poso di
tebing dan tanaman sekitar.
Kelihatan batas air skarang lebih rendah sekitar 1 meter dari bekas air
sebelumnya.
Mnurut pak Martin (FAPS), skarang lagi musim kering, so air danau jadi
surut.
Skitar tahun 2001, saya pernah berdiri ditempat yang sama dan kelihatannya
permukaan air danau memang telah surut jauh dan terjadi pendangkalan.
Apakah ini sudah dipertimbangkan oelh Bapedalda dan juga prakarsa DPRD yang
rencana akan membendung danau Poso?

salam
angky

Rencana Kebun Raya Kapopo-Ngata Baru

Rabu, 22 Agustus 2006

Kawanku Angki,
Yang engkau katakan itu benar, asas kemanfaatan sebuah proyek ini tdk pernah disosialisasikan dgn benar kepada khlayak masyarakat, sehingga acapkali kita hanya terbengong-melongo ketika tba-tiba tok-tok-tok.....proyek masuk lagi di wilayah kita.
Ini memang penyakit atau sindrome kekuasaan lama yg masih melekat pada pemerintah kita dewasa ini, proyek, investasi, dan semacamnya selalu berbarengan dengan kepentingan asal uang masuk atau orientasi devisa atau peningkatan ekonomi makro. Kurva ekonomi mayor ala Malthus masih mendominasi asumsi pengalokasian investasi dan proyek yang dikerjakan oleh swasta dan legalisasi melalui kebijakan pemerintah hingga ke daerah.
Pilihan kurva mayor ini ini juga mejadi kritik Jeffrey Sach ketika meluncurkan "how to end the poverty" satu tahun yg lalu. Sach menilai kurva ekonomi mayor sudah tidak lagi bisa menjamin penciptaan negara kesejahteraan seperti asumsi ekonom neo-klasik selama ini, termasuk proyek 30 tahun mafia Barkley di Indonesia, dgn Wijojo Nitisastro dan Sumitro sebagai aksentuasinya.
Sach melihat bahwa kemiskinan tercipat di mana-mana di Indonesia karena penyakit sistemik ekonomi yg dibangun selam lebih dari 30 tahun. Dan, penyebabnya ialah paradigma pertumbuhan ekonomi tinggi dengan premis kurva mayor Malthusian: "semakin tinggi pertumbuhan berarti semakin besar pula peluang kesejahteraan tercipta bagi masyarakat".
Tetapi deret ekonomik aritmetika kurva mayor ini sama sekali sudah dibuang jauh-jauh oleh hampir sebahagian besar negara Uni-Eropa lewat kebijakan moneter tunggal Eropa dan blok perdagangan unifikasi. Hasilnya jelas, sejak konsep Unifikasi moneter dan perdagangan Eropa tercetus 7 tahun lalu, kini Uni-Eropa menjadi kekuatan satu-satunya ekonomi di barat yang mampu meruntuhkan dominasi dollar AS. Kenapa? sebab Uni-Eropa banyak belajar dari pengalaman masa lalu atas kegagalan mewujudkan negara kesejahteraan (welfare state), dan Malthusian tdk lagi dipakai sebab kurva pertumbuhan mayor yang mengharuskan ada keseimbangan cadangan konsumsi pangan dan pertumbuhan penduduk, sama sekali tdk relevan menjawab persoalan kemajuan industrialisasi-digital dengan konsumsi penduduk dunia atas produk-produk tehonologi digital misalnya, internet dan komputermania.
Kembali ke soal pokok kita, saya kira satu kata saja, kehadiran sebuah Kebun Raya bukanlah solusi untuk menjawab problema kesejahteraan rakyat, yg dibutuhkan rakyat bukan tempat rekreasional ala Kebun Raya, namun pusat-pusat mencari nafkah untuk kebutuhan keluarga, artinya......... lapangan kerja!
cherioo,
Azmi